Pages

  • Twitter
  • Facebook
  • Google+
  • RSS Feed

Friday, May 25, 2012



Alkisah, di tepian sungai sebuah hutan, tampak seekor kura-kura sedang berjalan di sana. Mendekatlah sahabatnya, seekor pelanduk.

“Hai kura kura, apa kabar pagi ini?”

“Hai juga pelanduk. Yah…beginilah aku. Jalanku lambat dan tidak mungkin bisa berlari secepat dirimu,” jawab si kura-kura dengan suara iri.

Si pelanduk melanjutkan berkata,


Cerita Motivasi ini Menceritakan seorang Anak Yang Di Anggap Semua orang Bodoh, ternyata memiliki kelebihan yang sangat luar biasa. Yang selama ini orang mencela nya, mengecapnya sebagai orang terbodoh, dan... hihihi... baca yuk..
Untuk itu, simak aja langsung cerita berikut .

Ketika seorang pengusaha sedang memotong rambutnya pada tukang cukur yang berdomisili tak jauh dari kantornya, mereka melihat ada seorang anak kecil berlari-lari dan melompat-lompat di depan.


Disuatu sore hari pada saat aku pulang sekolah dengan mengendarai sepeda motor, aku disuguhkan suatu drama kecil yang sangat menarik, seorang anak kecil berumur lebih kurang sepuluh tahun dengan sangat sigapnya menyalip disela-sela kepadatan kendaraan disebuah lampu merah perempatan jalan di Jakarta .
Dengan membawa bungkusan yang cukup banyak diayunkannya sepeda berwarna biru muda, sambil membagikan bungkusan tersebut ,ia menyapa akrab setiap orang, dari Tukang koran , Penyapu jalan, Tuna wisma sampai Pak polisi.

Pemandangan ini membuatku tertarik, pikiran ku langsung melayang membayangkan apa yang diberikan si anak kecil tersebut dengan bungkusannya, apakah dia berjualan ?


Ketika fajar menyingsing, seorang lelaki tua berjalan-jalan di pinggir pantai sambil menikmati angin laut yang segar menerpa bibir pantai. Di kejauhan dilihatnya seorang anak sedang memungut bintang laut dan melemparkannya kembali ke dalam air.

Setelah mendekati anak itu, lelaki tua itu bertanya heran, “Mengapa engkau mengumpulkan dan melemparkan kembali bintang laut itu ke dalam air?” “Karena bila dibiarkan hingga matahari pagi datang menyengat, bintang laut yang terdampar itu akan segera mati kekeringan, “Jawab si kecil itu.

“Tapi pantai ini luas dan bermil-mil panjangnya,” Kata lelaki tua itu sambil menunjukkan jarinya yang mulai keriput ke arah pantai pasir yang luas itu. “Lagi pula ada jutaan bintang laut yang terdampar. Aku ragu apakah usahamu itu sungguh mempunyai arti yang besar,” Lanjutnya penuh ragu.

Anak itu lama memandang bintang laut yang ada di tangannya tanpa berkata sepatahpun. Lalu dengan perlahan ia melemparkannya ke dalam laut agar selamat dan hidup.” kemudian dengan tersenyum pada lelaki tua itu, ia berkata “Aku membuat perubahan untuk satu hal. Satu Tindakan Sebuah kebaikan yang sederhana dapat membuat sebuah perubahan untuk keluargamu, temanmu, bahkan untuk wajah wajah asing yang kadang tidak kita kenal”. Saya yakin usahaku sungguh memiliki arti yang besar sekurang-kurangnya bagi yang satu ini.” Kata si kecil itu.

Pesan Moral : kadang kadang, kita selalu merasa tidak bisa berbuat apa apa seperti layaknya anak kecil itu, namun walaupun itu cuma tindakan kebaikan sederhana, tapi membuat begitu banyak perbedaan untuk Bintang laut itu sendiri

Ketika anda memberikan sedikit senyuman untuk orang lain, baik itu keluarga anda, teman anda ataupun orang asing yang anda temui, anda telah membuat perbedaan besar bagi mereka.

Tindakan kecil yang sederhana dapat membuat perbedaan besar kepada seseorang yang sedang membutuhkan. Menyelamatkan Bintang laut adalah sedikit aksi yang membuktikan kebenaran itu

Kita sering mendambakan untuk melakukan sesuatu yang besar, namun sering kali kita lupa bahwa yang besar itu sering dimulai dengan sesuatu yang kecil. Mulailah berbuat kebajikan pada hal-hal kecil, maka engkau akan diberkati dalam hal-hal besar.

Sumber

Friday, May 18, 2012



“Huuu….uuura!”
Teriakan gembira dari seorang Ibu yang menerima telegram dari anaknya yang telah bertahun-tahun menghilang. Apalagi ia adalah anak satu-satunya. Maklumlah anak tersebut pergi ditugaskan perang ke Vietnam pada 4 tahun yang lampau dan sejak 3 tahun yang terakhir, orang tuanya tidak pernah menerima kabar lagi dari putera tunggalnya tersebut. Sehingga diduga bahwa anaknya gugur dimedan perang. Anda bisa membayangkan betapa bahagianya perasaan Ibu tersebut. Dalam telegram tersebut tercantum bahwa anaknya akan pulang besok.

jadilah pelita

Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.
Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.”
Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.”
Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta.
Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!”
Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.
Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta.
Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!”
Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!”
Si buta tertegun..
Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta.”
Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.”
Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.
Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita.
Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya padam?”
Penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama.”
Senyap sejenak.
secara berbarengan mereka bertanya, “Apakah Anda orang buta?”
Secara serempak pun mereka menjawab, “Iya.,” sembari meledak dalam tawa.
Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.
Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta.
Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka.”
Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).
Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan “pulang”, ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.
Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk “membuta” walaupun mereka bisa melihat.
Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.
Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.
Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.
Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.
Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.
Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman. Fikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.

Sumber : Sumber

Cerita Inspiratif - Pedagang dan Pelayan Bodoh

Di sebuah daerah hiduplah seorang pedagang kaya. Ia mempunyai seorang pelayan yang sangat lugu, sehingga orang menyebutnya bodoh.
Suatu hari, si pedagang berkata pada pelayannya untuk pergi ke sebuah desa yang miskin untuk menagih hutang dari para penduduknya. "Hutang mereka sudah terlalu banyak," kata pedagang itu.
"Baiklah, tuan," jawab si bodoh. "Tetapi apa yang akan anda lakukan terhadap uang itu nantinya?"
"Belikan sesuatu yang tidak aku punya," jawab si pedagang.
Kemudian pelayan bodoh itu pergi ke desa. Ia menagih hutang satu demi satu dari para penghuni desa. Penghuni desa itu sangat miskin dan desa mereka baru saja menderita karena kemarau panjang.
Akhirnya, si pelayan bodoh menyelesaikan tugasnya. Di perjalanan pulang ia mengingat perintah tuannya, "belikan sesuatu yang tidak aku punya."
"Apa, ya? Tuanku sangat kaya, bukankah ia sudah memiliki segalanya?" pikir si bodoh.
Setelah berpikir beberapa saat, si bodoh menemukan jawabannya. Ia kembali ke desa itu dan ia membagikan uang yang baru saja ia kumpulkan kepada para penghuni desa.
"Tuanku memberikan uang ini untukmu." katanya. Para penghuni desa sangat gembira. Mereka memuja kebaikan si pedagang itu.
Saat si bodoh pulang ke rumah dan melaporkan apa yang sudah ia lakukan, si pedagang menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu benar-benar sangat bodoh," ia mengeluh.
Waktu berlalu. Terjadilah sesuatu yang tidak diperkirakan. Pergantian pemimpin karena pemberontakan dan bencana banjir menghancurkan usaha pedagang itu.
Pedagang itupun bankrut. Ia meninggalkan rumahnya dan hanya si bodoh yang mengikuti dirinya. Saat sampai di sebuah desa, entah mengapa, para penduduk desa menyambut mereka dengan ramah dan hangat. Mereka menyediakan sebuah tempat dan makanan untuk si pedagang.
"Siapa para penghuni desa ini? dan mengapa mereka menolongku?" tanya si pedagang.
"Sebelumnya, tuan mengatakan padaku untuk menagih hutang dari para penduduk miskin desa ini." jawab si bodoh. "Tuan memintaku untuk membelikan sesuatu yang tuan tidak miliki. Aku pikir, tuan sudah mempunyai segalanya. Satu-satunya yang tuan tidak punya adalah cinta dari hati mereka. Kemudian aku mengembalikan uang itu atas nama tuan. Sekarang tuan menuai cinta mereka.
Kadang kita tidak menyadari, orang-orang yang kita pikir tidak penting, menjadi orang yang menolong kita di saat sulit. Sadarilah itu! Jangan lupakan sesamamu, karena tidak peduli seberapa kecil kebaikanmu, suatu hari kamu akan menuai berkahnya.


Cerita Inspiratif: Di Mana Kamu Bisa Menemukan Kekayaan

Seorang petani Afrika mendengar cerita tentang petani lain yang menghasilkan jutaan dolar dengan menemukan tambang permata. Cerita ini membuat si petani bersemangat, ia tidak dapat lagi menunggu untuk menjual tanah pertaniannya dan pergi mencari permata sendiri.

Lalu ia menjual tanah pertaniannya dan menghabiskan seluruh hidupnya berkelana di benua Afrika, namun pencariannya akan permata yang berharga tinggi di pasar dunia itu ternyata gagal.

Akhirnya, karena merasa hancur, lelah, dan putus asa, ia menjatuhkan dirinya ke dalam sebuah sungai dan tenggelam.

Sementara itu, kembali ke tanah pertanian, lelaki yang membeli tanah pertanian itu kebetulan melewati sebuah sungai kecil di tanah itu, ia melihat sesuatu yang mengkilap di dasar aliran air. Ia mengambilnya. Itu adalah sebuah batu yang mengkilap - sebuah batu berukuran sedang - dan mengaguminya, ia kemudian menaruhnya di mantel dengan penuh rasa ingin tahu.

Beberapa minggu setelahnya, seorang tamu mengagumi batu itu, melihatnya dengan dekat, menaruhnya di tangannya dan nyaris pingsan. Ia bertanya pada petani itu apakah ia tahu apa yang ia temukan. Saat petani itu berkata tidak, bahwa ia berpikir itu hanyalah sebuah potongan kristal, tamu tersebut berkata pada dirinya bahwa ia menemukan salah satu permata terbesar yang pernah ditemukan.


Petani itu terkejut. Ia berkata bahwa sungai itu penuh dengan batu seperti ini, dan tanah pertaniannya ditutupi oleh permata. Memang tidak semuanya besar seperti yang ada di mantelnya, namun batu-batu itu banyak bertaburan di sepanjang tanah pertanian.

Tak perlu dikatakan, tanah yang dijual oleh petani yang pertama, sehingga ia bisa mencari tambang permata, ternyata menjadi tambang permata paling produktif di seluruh benua Afrika

Petani pertama sudah memiliki berhektar-hektar berlian, tetapi dijual hampir tidak seberapa, hanya untuk mencarinya di tempat lain

Moral cerita ini adalah Jika petani pertama mengambil sedikit waktu untuk mempelajari dan menyiapkan dirinya untuk belajar seperti apa bentuk permata itu saat masih belum dipoles - dan, sejak ia sudah memiliki tanah, untuk dijelajahi secara menyeluruh sebelum mencari di tempat lain -jika saja ia melakukannya - impiannnya akan tercapai.

Setiap dari kita, saat ini, berdiri di tengah-tengah berhektar-hektar permata milik kita sendiri.

Jika setiap dari kita memiliki kebijaksanaan dan kesabaran untuk mulai menjelajahi diri kita sendiri, kita akan menemukan bahwa kita ini memiliki kekayaan yang dibutuhkan untuk bisa sukses dalam apa pun usaha yang kita lakukan.

Wednesday, May 16, 2012



Suatu hari ada seekor keledai milik seorang petani yang jatuh ke dalam sumur yang dalam dan kering. Binatang tersebut menangis dengan nyaring selama beberapa jam sementara itu sang petani tersebut mencoba mencarikan jalan keluarnya. Akhirnya, dia memutuskan bahwa keledai itu sudah terlalu tua, sumur itu juga perlu ditutup, dan menolong keledai tersebut merupakan suatu usaha yang sia-sia belaka. Sehingga dia mengundang tetangganya untuk datang ke lokasi guna membantunya mengubur keledai tersebut di dalam sumur untuk menghentikan kesengsaraannya.

Mereka semuanya memegang cangkul dan mulai menimbunkan tanah ke dalam sumur. Pada awalnya, keledai tersebut menyadari apa yang sedang terjadi dan lagi-lagi menangis dengan begitu memilukan. Tidak lama kemudian, semua orang menjadi tercengang karena keledai tersebut tiba-tiba diam. Setelah beberapa cangkulan kemudian, petani tersebut melongok ke dalam sumur dan begitu terpana atas apa yang dilihatnya. Keledai tersebut melakukan suatu hal yang memukau atas setiap cangkulan tanah yang menimpa punggungnya. Keledai tersebut melepaskannya dengan menggoyangkan badannya dan lalu melangkah naik ke atas tanah yang telah jatuh tersebut!

Setiap kali mereka menjatuhkan cangkulan tanah ke atas binatang tersebut, ia akan melepaskannya dan melangkah ke atasnya. Tidak lama kemudian, semua orang terperongoh begitu sang keledai memenangkan perjuangan tersebut dengan melangkah naik di pinggir sumur dan meloncat keluar! Seperti keledai tersebut, kehidupan ini juga akan senantiasa membuat tubuhmu kotor juga, segala macam kotoran. Cara untuk keluar dari sumur tersebut adalah melepaskannya dan sambil melangkah naik ke atas. Setiap kali Anda mengalami kemerosotan adalah seperti kotoran yang dicangkulkan ke atas punggung kita. Setiap kesulitan yang kita hadapi merupakan suatu batu loncatan. Kita hanya dapat keluar dari sumur yang paling dalam sekalipun hanya dengan tanpa berhenti, dengan tanpa putus asa! Lepaskan dan melangkah ke atas!

Apa yang kelihatan sepertinya akan menimbun keledai tersebut sebenarnya merupakan suatu berkah, karena cara yang dipakai merupakan suatu jalan keluar yang sebaliknya. Ini merupakan suatu kunci misteri kehidupan ini. Jika kita menghadapi masalah, tanggapilah secara positif dan jangan menjadi panik serta terlarut dalam kegetiran, kebalikan yang menyertai usaha membenamkan kita biasanya terdapat potensi yang bermanfaat dan merupakan berkah buat kita!

Semuanya tergantung pada kita sendiri untuk selalu ingat buat mengembangkan kemampuan diri kita guna memaafkan, melupakan, dan melangkah terus pada tujuan kita. Kita harus terus mengembangkan keyakinan, harapan, dan kemampuan kita untuk mengasihi tanpa syarat apapun. Ini merupakan peralatan yang akan membantu kita "melepaskannya dan melangkah ke atas" keluar dari sumur-sumur di mana akhirnya kita akan menemukan jati diri kita.

Ingatlah selalu akan lima peraturan sederhana berikut ini agar senantiasa berbahagia:

1. Bebaskan hati Anda dari segala kebencian.
2. Bebaskan benak Anda dari segala kerisauan.
3. Hidup secara sederhana.
4. Berikan lebih banyak.
5. Mengharap lebih sedikit.

"Ki... Tolongin mama sebentar dong."
Aku merungut sambil beringsut setengah malas. Beginilah nasib jadi anak satu-satunya di rumah. Sejak bang Edo kuliah di Jakarta, akulah yang jadi tempat mama minta tolong. Biasanya bang Edolah yang mengantar mama ke supermarket, ke pengajian, atau sekadar membawakan tas mama yang pulang dari kantor. Rajin ya ?

Memang begitulah abangku yang satu itu. Sedang aku ? Wuih, biasanya aku dengan bandelnya menghindar. Tapi sekarang aku sudah tidak bisa lari lagi.

"Ki, anterin mama ke rumahnya bu Dedi ya ? Ada arisan."
Aku hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Aduh, rasanya malas sekali harus menghabiskan berjam-jam bersama ibu-ibu. Belum lagi nanti ditodong pertanyaan, "Mana nih calonnya? Kan kuliahnya sudah tingkat akhir...". Risih saja ditanya hal-hal semacam itu.
"Mmm, ini Ma. Kiki mau belajar, nanti ujian." "Yah, Ki. Kan cuma sebentar. Paling dua jam..." "Soalnya bahannya banyak banget, Ma. Nanti Kiki dapat nilai jelek lagi." "Ya, sudah. Mama pergi sendiri..."

Aku menunduk sambil pergi. Rasanya tidak enak melihat sinar kecewa di mata mama. Memang, sejak papa meninggal, mama makin sering minta ditemani ke mana-mana. Mungkin mama kesepian.
Di hari kerja, mama disibukkan dengan urusan kantornya. Sedang di akhir pekan, mama selalu minta ditemani anak-anaknya. Kalau bang Edo sih anak manis. Dia mau saja menuruti keinginan mama. Kalau aku dilarang pergi di akhir pekan, rasanya seperti hukuman. Maklumlah aktivis. Kesempatan ada di rumah tidak terlalu banyak.

Aku masuk ke dalam kamarku dan mulai membuka buku. Sebetulnya aku tidak bohong sih. Memang akan ada ujian. Tapi sebenarnya masih dua minggu lagi. Jadi aku tidak bohong kan? Aku berusaha berkonsentrasi memahami apa yang tertulis di buku tebal itu. Entah kenapa pikiranku malah melayang-layang. Dari jauh terdengar derum mobil mama menjauh dari rumah. Ada perasaan bersalah yang menyelip di hatiku.

Akhir pekan berikutnya, bang Edo pulang ke Bandung. Aku sih biasa-biasa saja. Tapi, mama senang sekali. Semalam sebelumnya, mama memasakkan semua masakan kesukaan bang Edo. Ah, dasar anak kesayangan. Tapi aku tidak iri. Biarkan saja. Setidaknya akhir pekan ini aku bebas berkeliaran. Tugas jadi pendamping mama diambil alih bang Edo untuk minggu ini.

"Ki, kenapa sih kamu nggak mau nganterin mama ?", tanya bang Edo sambil mencomot sebuah pisang goreng dari atas meja. Aku hanya melirik sekilas dari komik yang sedang aku baca. "Ya, biarin aja. Mama kan udah gede. Pergi sendiri kan juga bisa."
"Masa kamu nggak kasian ? Mama tuh sedih banget lho sama kelakuan kamu."
"Kata siapa ?"
"Mama sendiri yang bilang."
"Kan bisa dianter supir. Masa abang nggak ngerti sih ? Urusanku kan banyakjuga."
"Huu... Mana, cuma baca komik gitu !"

Aku cuma bisa nyengir tersindir. Tak lama kemudian abang pergi bersama mama. Kelihatannya mereka akan pergi ke resepsi pernikahan. Habis, bajunya rapi sekali. Tawaran untuk ikut seperti biasa aku tolak.

"Ki, mama minta tolong dong..."
Aku menyumpalkan tangan ke telinga. Aduh, mama.... Belum sempat aku menjawab, mama sudah melongok ke dalam kamar. Aku hanya bisa meringis.
"Ki, tolong ambilin berkas kerja mama di bu Joko dong." "Lho, kok bisa ada di bu Joko, Ma ?" "Iya, tadi habis pulang dari kantor, mama mampir dulu ke sana. Kayaknya berkas-berkas itu ketinggalan deh di sana. Soalnya di mobil udah nggak ada. Bisa nggak kamu ambilin ?"

Aku melongo. Rasanya ingin teriak. Kali ini aku benar-benar sibuk !
Besok ada dua tugas yang harus dikumpulkan. Belum lagi sorenya ada
ujian akhir. Mana sempat mampir-mampir ke rumah orang ? Mana sudah malam begini...
"Aduh, Mama.... Kiki bener-bener sibuk... Besok ada ujian dan
tugas-tugas yang harus dikumpulin. Jadi..." "Ya, udah kalo kamu nggak mau.", balas mama dengan ketus.
Aku hanya bisa menghembuskan nafas dan kembali mengerjakan tugasku.
"...Kamu tuh memang nggak pernah kasihan sama Mama...", bisik mama lirih dengan sedikit terisak.

Suara mama sedikit sumbang. Sepertinya mama sedang terkena flu. Aku menatap langit-langit dengan lesu. Dengan lemas akhirnya aku memanggil mama. "Iya deh Ma... Biar Kiki yang pergi..."

Gelap. Gelap sekali. Apalagi banyak lampu jalanan yang sudah mati.
Jalanan jadi tidak jelas terlihat. Capek rasanya harus berusaha
melihat. Itulah sebabnya aku tidak suka menyetir malam-malam.

Rumah Bu Joko sebenarnya tidak jauh dari rumah kami. Tapi karena sudah malam, palang-palang jalan di kompleks itu sudah diturunkan dan tidak ada penjaganya. Jadinya, aku harus mengambil jalan memutar yang letaknya cukup jauh. Kalau tidak salah, satu-satunya palang yang tidak ditutup ketika malam adalah... Ah, dari sini belok kiri.
Astaghfirulllah... Ternyata ditutup juga... Aku membaringkan kepalaku di atas kemudi. Rasanya penat sekali. Entah, harus masuk ke kompleks ini lewat jalan yang mana. Akhirnya kususuri perumahan itu jalan demi jalan. Semuanya terkunci. Setelah setengah jam berputar-putar, barulah aku menemukan jalan masuknya. Jalan itu begitu sempit. Jika ada dua mobil berpapasan dari arah yang berlawanan, pastilah salah satunya harus mengalah.

Rasanya lega sekali ketika sampai di depan rumah bu Joko. Kutekan
belnya sekali, tidak ada jawaban. Dua kali, tetap tidak ada jawaban.
Tiga kali, empat kali, hasilnya tetap sama. Aku menunduk lesu.
Jangan-jangan Mereka sudah tidur... Hampir saja aku berbalik pulang.
Tapi kata-kata mama terngiang di kepalaku. "Tolong ya Ki... Soalnya
berkas-berkas itu mau mama pakai untuk presentasi besok pagi."
Akhirnya dengan menelan setumpuk rasa malu, kutekan lagi bel rumah mereka sambil mengucapkan salam keras-keras.

Dari belakang aku mendengar suara berdehem. Aduh, ada hansip. Aku
menangguk basa-basi. Aduh, mama ! Bikin malu saja ! "Oh, kertas apa ya ?", tanya bu Joko dengan mata setengah mengantuk. Dasternya melambai-lambai kusut. Aku jadi tidak enak sendiri menganggu malam-malam begini.
Menit-menit selanjutnya, kami berdua mencari-cari berkas yang dikatakan mama. Tidak hanya di ruang tamu. Tapi juga di ruang tengah, ruang makan dan dapur. Soalnya tadi mama juga mampir di tempat-tempat itu. Ternyata tetap saja hasilnya nihil. Lalu aku menelepon ke rumah.
"Ma, berkasnya nggak ada tuh. Mama simpan di map warna apa ?"
"He..he...he...Udah ketemu, Ki. Ternyata sama bi Isah diturunin dari mobil terus ditaruh di meja makan."
"Tau gitu kenapa nggak telpon Kiki ! Kiki kan bawa handphone !"
"Wah, maaf Ki... Mama nggak tahu kamu bawa handphone. Mama kira..."
"Ah, udahlah ! Mama nyusahin Kiki aja !"
Aku lantas membanting gagang telepon dengan sedikit kejam. Aku berbalik dan menemukan bu Joko menatapku dengan tatapan ngeri. Aku memaksakan sebuah enyum, minta maaf lalu pamit secepatnya.

Setengah ngebut aku memacu mobilku. Hujan rintik-rintik membuat ruang pandangku semakin sempit. Nyaris jam dua belas malam. Hah, dua jam terbuang percuma. Kalau dipakai untuk mengerjakan tugas, mungkin sekarang sudah selesai... Dasar mama ...

Brakkk!!! Tiba-tiba terdengar suara yang sangat keras. Bunyinya seperti kaleng yang robek. Sesaat aku merasa semuanya semakin gelap. Aku tidak bisa lagi membedakan mana atas dan bawah. Sekujur tubuhku seperti dihimpit dari berbagai arah. Sejenak kesadaranku seperti lenyap.

Penduduk-penduduk sekitar mulai berdatangan. Mereka membantuku keluar dari mobil yang sepertinya ringsek parah. Mataku dibasahi sesuatu. Ketika kusentuh, rasanya lengket. Ya Tuhan, darah... Tubuhku lebih gemetar karena takut daripada karena sakit.

"Neng, nggak apa-apa neng ?", tanya seseorang.
Aku berusaha berdiri walau sempoyongan. Kucoba menggerakkan tangan, kaki, serta mencek apakah semuanya masih ada. Kupejamkan mata dan berusaha mencari sumber sakit. Sepertinya tubuhku baik-baik saja. Tidak ada yang patah.

Aku menatap rongsokan mobilku dengan tidak percaya. Ternyata aku
menabrak sebuah truk besar yang sedang diparkir di pinggir jalan.
Sumpah, aku tidak melihatnya sama sekali tadi !

"Neng, nggak apa-apa ?", ucap seseorang mengulangi pertanyaannya. Aku berusaha menjawab. Tapi yang terasa malah sakit dan darah. Orang di hadapanku lalu mengucap istighfar. Barulah aku sadar apa yang menyebabkannya. Darah segar berlomba mengucur dari mulutku. Lidahku... Aku langsung tak sadarkan diri.

Ketika tersadar, aku sudah berada di rumah sakit. Rasa nyeri mengikuti dan menghajarku tanpa ampun. Air mata menetes dari mataku... Ya Tuhan, sakit sekali....

"Udah, Ki. Jangan banyak bergerak. Dokter bilang kamu butuh banyak
istirahat."
Aku hanya bisa menatap mata mama yang sembab tanpa bisa menjawab sepatah kata pun. Hanya bisa mengeluarkan suara merintih yang menyedihkan. Mama ikut menangis mendengarnya. Aku hanya bisa mengira-ngira. Dan dokter pun membenarkannya. Kecelakaan itu tidak mencederaiku parah. Tidak ada tulang yang patah, tidak ada luka dalam. Hanya satu, lidahku nyaris putus karena tergigit olehku ketika tabrakan terjadi. Akibatnya aku lidahku harus dijahit.

Sayangnya tidak ada bius yang bisa meredakan sakitnya. Setelah itupun dokter tidak yakin aku bisa berbicara selancar sebelumnya. Tangisku meluber lagi. Yang langsung teringat adalah setumpuk kata-kata dan perilaku kasar yang selama ini kulontarkan pada mama. Ini betul-betul hukuman dari Tuhan ...
Walau sepertinya hanya luka ringan, namun sakitnya teramat sangat. Setiap kali jarum disisipkan dan benangnya ditarik, sepertinya nyawaku dirobek dan dikoyak-koyak. Aku hanya bisa melolong tanpa bisa melawan. Apa boleh buat. Kata dokter kalau lukanya di tempat lain, sakitnya mungkin bisa diredam dengan bius. Tapi tidak bisa jika lukanya di lidah.

Hari-hari selanjutnya betul-betul siksaan. Lupakanlah tentang kuliah,
tugas atau ujian. Untuk minum saja aku tersiksa. Aku menjerit-jerit
tiap ada benda yang harus melewati mulutku. Agar tubuhku tidak
kekurangan cairan, tubuhku dipasangi infus. Aku hanya bisa menangis. Menangis karena sakit, dan penyesalan. Selama aku dirawat, mamalah yang dengan telaten menungguiku. Dengan sabar ia membantuku untuk apapun yang aku perlukan.

Kami hanya bisa berkomunikasi lewat sehelai kertas. Berkali-kali aku tuliskan, "Mama, maafkan Kiki..." Mama juga sudah berkali-kali mengatakan telah memaafkan aku. Tapi tetap saja rasa
bersalah itu tak kunjung hilang. Ini benar-benar peringatan keras dari
Tuhan. Aku benar-benar malu. Walau aktif di kegiatan keagamaan,
ternyata nilai-nilai itu belum benar-benar mengalir dalam darahku. Aku tersenguk-senguk setiap ingat bagaimana cara aku memperlakukan mama.

Bagaimana mungkin aku merasa diberatkan dengan permintaannya padahal aku sudah menyusahkannya seumur hidup? Tuhan, ampuni aku... Aku benar-benar telah membelakangi nuraniku sendiri.... Jangan biarkan aku mati sebagai anak durhaka.... Kukira penderitaanku berakhir jika sudah diizinkan pulang ke rumah. Ternyata hukuman ini belum berakhir di situ. Bulan-bulan selanjutnya aku harus berlatih mengucapkan kata-kata yang selama ini mengalir mudah dari bibirku. Kembali lagi mama membimbingku belajar bicara seperti yang ia lakukan ketika aku kecil.

Himpitan penyesalan itu baru hilang ketika kata-kata itu berhasil
kuucapkan walau patah-patah. "Mama... Maafkan Kiki..."


Selesai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke mesjidil Aqsa.
Untuk bekal di perjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat mesjidil Haram.

Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya.

Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa. 4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.

"Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan ALLAH SWT," kata malaikat yang satu.

"Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram," jawab malaikat yang satu lagi..

Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya.

"Astaghfirullahal adzhim" Ibrahim beristighfar.

Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.

Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda. "4 bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang ?" tanya Ibrahim.

"Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma" jawab anak muda itu.

"Innalillahi wa innailaihi roji'un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan ?". Lantas ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat.

"Nah, begitulah" kata ibrahim setelah bercerita, "Engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku makan tanpa izinnya?".

"Bagi saya tidak masalah. Insya ALLAH saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang.

Saya tidak berani mengatas nama kan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya." "Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya temui mereka satu persatu."

Setelah menerima alamat, ibrahim bin adham pergi menemui. Biar berjauhan, akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh ibrahim.

4 bulan kemudian, Ibrahim bin adham sudah berada dibawah kubah Sakhra.

Tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap.

"Itulah ibrahim bin adham yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milik orang lain."

"O, tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu.. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain.

Sekarang ia sudah bebas."

Pada hadits yang lain beliau bersabda; 'Siapa yang merampas hak orang Islam dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkannya masuk surga. Seorang laki-laki bertanya, walaupun sedikit ya Rasulullah? Nabi menjawab, "walaupun sebatang kayu sugi.''

Sumber : HR Muslim


Seorang pramugari selain mengenakan pakaian cantik seperti yang
diketahui banyak orang, tentu saja ada kala nya saya menghadapi
saat-saat sulit. Pramugari harus kerja lembur, di dalam pesawat harus
mengantar makanan pada ratusan orang, menjual barang duty free,
melayani tamu, sibuk sekali sampai tidak bisa tersenyum. Dalam keadaan
demikian tetap harus mengingatkan diri bahwa pekerjaanku adalah
pelayanan, harus melayani banyak orang. Walaupun bagaimana memberitahu
diri kadang-kadang ada saat dimana saya kehabisan tenaga, tak bisa
bersabar dan tersenyum.

Sampai pada suatu hari teman baik saya bercerita tentang bagaimana dia
melayani seorang kakek tua yang pikun, saya baru bisa mengubah sikap
kerja saya.
Ini adalah sebuah penerbangan dari Taipei ke New York. Pada saat
pesawat terbang take off tak berapa lama, ada seorang kakek yang tidak
bisa mengontrol untuk buang air besar. Dan akhirnya memngeluarkannya
di tempat. Keluarga yang melihat hanya merasa jijik dan memaksa kakek
ini untuk membersihkan diri di toilet sendirian. Orang tua ini tampak
ragu sejenak, lalu kemudian seorang diri berjalan menuju toilet yang
berada di belakang.

Pada saat kakek itu keluar dari toilet, walau bagaimana pun ia
mengingat, ia tetap tidak mampu mengingat tempat duduknya sendiri.
Kakek yang berumur 80-an ini menjadi cemas, takut, dan menangis
seorang diri di teras toilet. Seorang pramugari datang membantu kakek
ini, bau yang teramat sangat memenuhi badan kakek. Ternyata kakek ini
tidak mengetahui dengan jelas letak tissue di dalam toilet tersebut
sehingga ia membersihkannya dengan menggunakan bajunya. Toilet yang
digunakannnya tadi jadi kotor dan berantakan sekali.

Setelah mengantarkan kakek kembali ke tempat duduknya. Para penumpang
di sekitarnya mulai mengeluh bau busuk yang berasal dari badannya.
Pramugari menanyakan kepada saudaranya apakah mereka masih memiliki
baju pengganti yang bisa digunakan oleh kakek ini. Saudaranya
mengatakan, semua pakaian ada di bagasi pesawat, jadi kakek ini tidak
memiliki baju pengganti. Dan saudaranya berkata, "Sekarangkan
penerbangan ini tidak terisi full, saya melihat ada beberapa baris
bagian belakang yang masih kosong, bawa saja kakek ini untuk duduk di
belakang." Pramugari ini hanya bisa mengikuti keinginan dari
saudaranya.dan membawa kakek ini ke barisan belakang.

Kemudian mengunci toilet yang telah digunakan oleh kakek ini agar
penumpang lain tidak salah masuk toilet. Akhirnya kakek ini duduk di
bangku belakang seorang diri, menundukan kepala dan tak henti-hentinya
menghapus air matanya yang terus mengalir.

Siapa sangka satu jam kemudian, kakek ini sudah berganti pakaian,
dengan badan yang bersih dan tersenyum riang kembali ke tempat
duduknya semula. Di depan mejanya tersaji seporsi makanan baru yang
masih hangat. Semua orang saling bertanya siapa gerangan yang
membantunya? 
Ternyata teman baik saya ini yang mengorbankan waktu makan
malamnya. Dia menggunakan tissue dan lap basah pelan-pelan
membersihkan badan kakek ini sampai bersih.dan meminjam baju baru dari
co-pilot untuk mengganti baju kakek ini. Terlebih lagi, pramugari ini
membersihkan toilet yang telah digunakan oleh kakek ini hingga bersih
dan menyemprotkan parfumnya sendiri ke dalam toilet tersebut.

Rekan kerjanya mengatakan dia bodoh, harus begitu susah payah membantu
orang lain, bukankah sampai akhirnya tidak akan ada orang yang
mengenang dan berterimah kasih. Sudah lelah, namun tidak mendatangkan
keuntungan apa pun. Dia dengan tenang dan tegas menjawab, "Jam
penerbangan masih belasan jam, kalau saya menjadi orang tua tersebut,
saya pastilah sangat sedih, siapa yang berharap kalau awal dari
perjalanan ini bisa jadi begini.

Lagi pula tigapuluhan orang harus menggunakan satu toilet, kurang satu
toilet tentu sangat merepotkan. Saya bukan hanya membantu orang tua
itu tapi juga membantu penumpang yang lain."

Setelah mendengar cerita ini saya sangat menyesali sikap saya. Teman
baikku pernah menyampaikan kepada saya bahwa pekerjaan yang paling
membahagiakan adalah pekerjaan yang mengantarkan orang lain dari satu
tempat ke tempat lain dengan selamat. Sejak mendengar pengalaman indah
dari teman baik ini, saya baru menyadari bahwa pelayanan sungguh
merupakan sebuah berkah yang harus dihargai. Cara terbaik menghargai
berkah adalah dengan membagikan berkah ini kepada orang lain.
Pengalaman teman baikku ini telah mengubah sikapku dalam bertugas.

Ada cerita menarik tentang kerajaan Hilton. Mudah mudahan terinspirasi :


Conrad Nicholson Hilton, multijutawan pemilik hotel terkenal meninggal pada usia 91 tahun. Sampai terakhir di usia nya, dia masih sempat menyediakan waktu utk melayani para tetamu persis ketika dia memulai usaha penginapan pertama kali.

Salah satu rahasia sukses dari nya adalah organisasi. Hilton jeli memanfaatkan kemampuan nya dalam berorganisasi. Ia mempunyai sistem khas untuk memperluas "kerajaannya". Negara dimana hotel itu dibangun harus menyediakan tanah, membayar bangunan dan sebagian dari perlengkapannya. Hilton tinggal memberi namanya dan mengurus nya( bisa dikatakan cikal bakal franchise, wallahu alam bisawab).
Umumnya dalam kontrak dikatakan bahwa dua pertiga laba akan diserahkan kepada negara bersangkutan dan sisanya utk perusahaan Hilton.
Ketika ia meninggal pd permulaan tahun 1977, Hilton Hotels Corp. mengelola atau menguasai 185 hotel di AS dengan penghasilan $372 juta pd tahun 1977. Cabang luar negeri nya, Hilton International Corp. (HIC) telah dijual ke Trans World Airlines pada tahun 1967. HIC ini mengelola 75 hotel di 64 kota dari 45 negara.

Seni Hidup

Yang dicapai Conrad Hilton selama 91 tahun itu asyik dibaca tetapi sulit ditiru. Kita semua mengejar sukses, tetapi apa sebetulnya yang dimaksud sukses ? Sukses tidak bisa diukur dengan UANG. Terlalu banyak orang kaya gagal dan orang miskin yang tahu seni hidup hingga bisa dianggap sukses.
Seorang buruh patut dibayar, tetapi orang tidak bisa mengukur prestasi dengan rekening bank nya. Mahatma Ghandi, seorang negarawan sukses di jaman kita, waktu meninggal warisannya hanya dua mangkuk tempat nasi, sebuah sendok, dua pasang sandal, buku Bhavagad-Gita, kacamata dan jam model kuno.
Ukuran sukses seseorang bukan jumlah uang yang berhasil dihimpunnya tetapi berapa yang bisa diberikannya kepada orang lain. Hasil sesungguhnya dari sukses hidup bukan benda, tetapi kepuasan perasaan ada GUNANYA di dunia ini.

Jika ingin sukses, ada 10 kiat sukses yang harus diaduk menjadi satu adonan.
1. Temukan bakat khusus anda sendiri
2. Berpikir besar, berbuat besar dan bercita-cita besar
3. Harus jujur
4. Hiduplah dengan antusiasme
5. Jangan membiarkan anda diperintah harta
6. Jangan risau terus
7. Jangan terbelenggu pada masa lalu
8. Cobalah memandang tinggi orang lain. Jangan sesekali meremehkan orang
9. Terimalah tanggung jawab sepenuhnya utk dunia dimana anda hidup
10. Berdoalah dengan penuh kepercayaan

Sumber : Intisari No. 189 edisi April 1977



Pada suatu sore yang cerah, seorang cendekiawan ingin menikmati pemandangan laut dengan menyewa sebuah perahu nelayan dari tepi pantai. Setelah harga sewa
per jam disepakati, keduanya melaut tidak jauh dari bibir pantai. Melihat nelayan terus bekerja keras mendayung perahu tanpa banyak bicara, sang cendekiawan
bertanya: "Apa bapak pernah belajar ilmu fisika tentang energi angin dan matahari?"
"Tidak" jawab nelayan itu singkat.
Cendekiawan melanjutkan " Ah, jika demikian bapak telah kehilangan seperempat peluang kehidupan Bapak"
Nelayan cuma mengangguk-angguk membisu.
"Apa bapak pernah belajar sejarah filsafat?" tanya cendikiawan.
"Belum pernah" jawab nelayan itu singkat sambil menggeleng-gelengka n kepalanya.
Cendekiawan melanjutkan " Ah, jika demikian bapak telah kehilangan seperempat lagi peluang kehidupan Bapak". Si Nelayan kembali cuma mengangguk-angguk
membisu.
"Apa bapak pernah belajar dan bisa berkomunikasi dengan bahasa asing?" tanya cendikiawan.
"Tidak bisa" jawab nelayan itu singkat.
"Aduh, jika demikian bapak total telah kehilangan tigaperempat peluang kehidupan Bapak"
Tiba-tiba... ..
Angin kencang bertiup keras dari tengah laut. Perahu yang mereka tumpangi pun oleng hampir terguling. Dengan tenang Nelayan bertanya kepada cendekiawan
" Apa bapak pernah belajar berenang?"
Dengan suara gemetar dan muka pucat ketakutan, orang itu menjawab "Tidak pernah"
Nelayanpun memberi komentar dengan percaya diri "Ah, jika demikian, bapak telah kehilangan semua pe luang hidup bapak"...... ......... ......... ......... .
Pelajaran yang dapat dipetik dari kisah di atas:
• Jangan meninggikan diri lebih hebat dari orang lain
• Jangan sombong, sebab akan direndahkan Tuhan
• Kita semua memiliki keterbatasan dan memerlukan orang lain.





Ada seorang sahabat menuturkan kisahnya. Dia bernama Budiman. Sore itu ia menemani istri dan seorang putrinya berbelanja kebutuhan rumah tangga bulanan di sebuah toko swalayan. Usai membayar, tangan-tangan mereka sarat dengan tas plastik belanjaan.
Baru saja mereka keluar dari toko swalayan, istri Budiman dihampiri seorang wanita pengemis yang saat itu bersama seorang putri kecilnya. Wanita pengemis itu berkata kepada istri Budiman, "Beri kami sedekah, Bu!"
Istri Budiman kemudian membuka dompetnya lalu ia menyodorkan selembar uang kertas berjumlah 1000 rupiah. Wanita pengemis itu lalu menerimanya. Tatkala tahu jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan, ia lalu menguncupkan jari-jarinya mengarah ke mulutnya. Kemudian pengemis itu memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke mulutnya, seolah ia ingin berkata, "Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami
tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan!"
Mendapati isyarat pengemis wanita itu, istri Budiman pun membalas isyarat dengan gerak tangannya seolah berkata, "Tidak... tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!"
Ironisnya meski tidak menambahkan sedekahnya, istri dan putrinya Budiman malah menuju ke sebuah gerobak gorengan untuk membeli cemilan. Pada kesempatan yang sama Budiman berjalan ke arah ATM center guna mengecek saldo rekeningnya. Saat itu memang tanggal gajian, karenanya Budiman ingin mengecek saldo rekening dia.
Di depan ATM, Ia masukkan kartu ke dalam mesin. Ia tekan langsung tombol INFORMASI SALDO. Sesaat kemudian muncul beberapa digit angka yang membuat Budiman menyunggingkan senyum kecil dari mulutnya. Ya, uang gajiannya sudah masuk ke dalam rekening.
Budiman menarik sejumlah uang dalam bilangan jutaan rupiah dari ATM. Pecahan ratusan ribu berwarna merah kini sudah menyesaki dompetnya. Lalu ada satu lembar uang berwarna merah juga, namun kali ini bernilai 10 ribu yang ia tarik dari dompet. Uang itu Kemudian ia lipat kecil untuk berbagi dengan wanita pengemis yang tadi meminta tambahan sedekah.
Saat sang wanita pengemis melihat nilai uang yang diterima, betapa girangnya dia. Ia pun berucap syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Budiman dengan kalimat-kalimat penuh kesungguhan: "Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah... Terima kasih tuan! Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan dan keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah tangga harmonis dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Semoga tuan dan keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga...!"

Budiman tidak menyangka ia akan mendengar respon yang begitu mengharukan. Budiman mengira bahwa pengemis tadi hanya akan berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi sungguh membuat Budiman terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali lagi ia dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, "Dik, Alhamdulillah akhirnya kita bisa makan juga....!"
Deggg...!!! Hati Budiman tergedor dengan begitu kencang. Rupanya wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian mata Budiman membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung tegal untuk makan di sana.
Budiman masih terdiam dan terpana di tempat itu. Hingga istri dan putrinya kembali lagi dan keduanya menyapa Budiman. Mata Budiman kini mulai berkaca-kaca dan istrinya pun mengetahui itu. "Ada apa Pak?" Istrinya bertanya.
Dengan suara yang agak berat dan terbata Budiman menjelaskan: "Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak 10 ribu rupiah!"

Awalnya istri Budiman hampir tidak setuju tatkala Budiman mengatakan bahwa ia memberi tambahan sedekah kepada wanita pengemis. Namun Budiman kemudian melanjutkan kalimatnya:
"Bu..., aku memberi sedekah kepadanya sebanyak itu. Saat menerimanya, ia berucap hamdalah berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu saja, ia mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita. Panjaaaang sekali ia berdoa!
Dia hanya menerima karunia dari Allah Swt sebesar 10 ribu saja sudah sedemikian hebatnya bersyukur. Padahal aku sebelumnya melihat di ATM saat aku mengecek saldo dan ternyata di sana ada jumlah yang mungkin ratusan bahkan ribuan kali lipat dari 10 ribu rupiah. Saat melihat saldo itu, aku hanya mengangguk-angguk dan tersenyum. Aku terlupa bersyukur, dan aku lupa berucap hamdalah.
Bu..., aku malu kepada Allah! Dia terima hanya 10 ribu begitu bersyukurnya dia kepada Allah dan berterimakasih kepadaku. Kalau memang demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah, apakah dia yang menerima 10 ribu dengan syukur yang luar biasa, ataukah aku yang menerima jumlah lebih banyak dari itu namun sedikitpun aku tak berucap hamdalah." 

Budiman mengakhiri kalimatnya dengan suara yang terbata-bata dan beberapa bulir air mata yang menetes. Istrinya pun menjadi lemas setelah menyadari betapa selama ini kurang bersyukur sebagai hamba. Ya Allah, ampunilah kami para hamba-Mu yang kerap lalai atas segala nikmat-Mu!
 
© 2012. Design by Main-Blogger - Blogger Template and Blogging Stuff